Kata mempunyai dua aspek, yaitu aspek bentuk dan dan aspek makna.
Aspek bentuk merujuk pada wujud visual suatu bahasa, sedangkan aspek makna
merujuk pada pengertian yang ditimbulkan oleh wujud visual bahasa itu.
Dalam bab ini akan dibicarakan masalah
bentuk kata, baik yang menyangkut pengimbuhan maupun makna yang ditimbulkannya.
Yang dimaksud dengan pengimbuhan dalam hal ini adalah proses pembentukan kata
dengan menambahkan imbuhan pada kata dasar atau bentuk dasar tertentu. Jenis
imbuhan dalam bahasa Indonesia, paling tidak ada empat macam.
Pertama, imbuhan yang terletak pada
awal kata lazim disebut awalan (prefiks). Kedua, imbuhan yang terletak
pada akhir kata lazim disebut akhiran (sufiks).
Ketiga, imbuhan yang terletak di tengah kata lazim disebut sisipan (infiks).
Keempat, imbuhan yang terlatak secara bersamaan pada awal dan akhir kata lazim
disebut gabungan imbuhan (konfiks).
Beberapa contoh pemakaian imbuhan bahasa
Indonesia seperti yang sudah disebutkan di atas dapat diperhatikan di bawah
ini.
(1)
Awalan (Prefiks)
meN- ----------------- menulis,
melamar, memantau
di- ----------------- ditulis, dilamar, dipantau
peN- ----------------- penulis, penyanyi, peramal
ber- ----------------- berkebun, bermain, bermimpi
se- ----------------- serupa,
senada, seiring-sejalan
(2)
Akhiran (sufiks)
-an ----------------- tulisan, tatapan, tantangan
- i ----------------- temui, sukai, pandangi
- kan ----------------- tumbuhkan,
sampaikan, keringkan
(3) Sisipan (infiks)
-el- ……… geletar,
geligi, gelantung
-em - ……… gemuruh, gemetar
-er- ……… gerigi
-in- .......... tinimbang. kinerja
(4) Gabungan Imbuhan (konfiks)
ke- an ………… kehujanan, kemajuan
se- nya ......…… seandainya,
sebaiknya
per - an ………… perantauan,
persimpangan
Selain dengan pengimbuhan, pembentukan kata dapat pula dilakukan
dengan penggabungan antara unsur terikat dan kata dasar. Unsur terikat yang
dimaksud di sini adalah unsur yang keberadaannya tidak dapat berdiri sendiri
sebagai kata. Dengan demikian, unsur itu selalu terikat pada unsur lain,
misalnya swa-, pra-, dan pasca, sebagaimana yang terdapat
contoh berikut.
Swa ------------- swadaya, swasembada, swakarsa
Pra ------------- prasejarah, prasarana, prasaran
Pasca ------------- pascaperang, pascapanen, pascaserjana
Kaidah atau aturan pembentukan kata
dalam bahasa Indonesia sebenarnya sudah banyak dibicarakan dalam
buku-buku tata bahasa. Dalam pengajaran bahasa di sekolahpun tata cara pembentukan
kata sudah diajarkan. Sungguhpun demikian, hal itu tidak berarti bahwa semua
bentukan kata dalam bahasa Indonesia telah dilakukan melalui proses yang benar
yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dalam kenyataan bahasa kita masih
sering dijumpai bentukan kata yang menyimpang dari kaidah .
Beberapa bentukan kata yang belum sesuai dengan kaidah pembentukan kata
akan dibicarakan beturut-turut berikut ini.
(a) Bentukan kata dengan imbuhan meN -
(-kan) dan peN - (-an )
Kata berimbuhan meN- (-kan) dan peN-
(-an) yang pembentukannya tidak tepat
merubah, merobah, mengetrapkan, menterapkan,
perobahan, pengetrapan, penterapan, pengelepasan, dan pengrusukan. Bentuk kata-kata tersebut dikatakan
tidak tepat karena proses pembentukannya tidak sesuai dengan kaidah yang
berlaku.
Jika dilihat dalam kamus,
khususnya kamus bahasa Indonesia, kata robah
dan rubah tidak akan ada, kecuali kata rubah yang berarti ‘binatang
sejenis anjing’ (Canis vulpes). Kata yang akan kita jumpai di dalam kamus adalah kata ubah. Hal itu
menunjukkan bahwa kata yang baku adalah ubah, bukan rubah atau robah.
Kata dasar ubah jika diberi awalan meN-, bentukan katanya akan
menjadi mengubah, bukan merubah atau merobah. Atas dasar
itu, kata dasar ubah jika diberi imbuhan per-….-an, bentukannya
akan menjadi perubahan bukan perobahan. Kemudian jika kata dasar ubah
duberi awalan di- bentukannya akan menjadi diubah, bukan dirubah
atau dirobah. Dengan demikian, bentukan kata dasar ubah yang baku
dan yang tidak baku adalah sebagai berikut
Baku Tidak
Baku
mengubah merubah,
merobah
diubah dirubah,
dirobah
perubahan perobahan
Kata dasar trap
didalam kamus bahasa Indonesia dirujuk silangkan dengan (cross refrence)
dengan terap. Hal itu berarti bahwa kata dasar yang baku adalah terap,
bukan trap. Oleh karena itu, jika diberi imbuhan gabungan meN-…..-kan,
bentuk kata yang benar menjadi menerapkan, bukan mengeterapkan, mentrapkan,
atau menerapkan. Karena fonem /t/ pada awal kata dasar luluh. Begitu
juga jika ditambah dengan gabungan imbuhan peN- …….-an, bentuknya
yang benar adalah penerapan, bukan pengetrapan, pentrapan,
atau pentarapan. Dengan
demikian, secara singkat, bentukan kata itu dapat dirangkum sebagai berikut
Baku Tidak baku
menerapkan mengetrapkan,
mentrapkan, menterapkan
penerapan pengetrapan,
pentrapan, penterapan
Kata penglepasan,
oleh pemakai bahasa sering pula digunakan di samping kata pelepasan,
tetapi keduannya diberi arti yang berbeda, kata penglepasan umumnya
diberi makna ‘proses’ tindakan, atau hal melepaskan, sedangkan pelepasan
diberi makna ‘anus’
Jika ditinjau dari segi
kata dasarnya, kedua kata tersebut sebenarnya dibentuk dengan imbuhan dan
dengan dasar yang sama, yaitu peN-………-an + lepas. Sejalan
dengan kaidah, imbuhan peN- tidak menjadi peng-, tetapi tetap
menjadi pe- jika dirangkaikan dengan kata dasar yang berawalan dengan
/i/. Oleh karena itu, bentukan kata yang tepat adalah pelepasan, bukan penglepasan.
Masalah kata itu mempunyai dua makna yang berbeda sebenarnya tidak perlu
dipersoalkan karena konteks pemakaiannya akan menentukan makna yang sama yang
dimaksud. Jadi, untuk membedakan makna itu pemakaian bahasa tidak perlu
membentuk kata itu dengan menyimpangkan dari kaidah.
Berbeda dengan kata perusakan
dan pengrusakan tidak digunakan untuk menyatakan makna yang berbeda,
demikian pula halnya dengan kata perajin dan pengrajin, kata dari
kedua pasang kata itu, kita tahu, berawal dengan fonem /r/. Dalam kaitan itu,
jika dirangkaikan dengan kata dasar yang berawalan dengan /r/ imbuhan pe-
tidak berubah menjadi peng-, tetapi tetap menjadi pe-. Atas dasar
itu, bentukan kata-kata tersebut yang tepat adalah perusakan dan perajin,
bandingkan dengan kata-kata tersebut, yang baku dan yang tidak baku, dapat
dirangkaikan seperti berikut.
Baku Tidak
Baku
pelepasan penglepasan
perusak pengrusak
perusakan pengrusakan
perajin pengrajin
(b) Bentukan Kata dengan Imbuhan di-…-kan
Bentukan kata dengan imbuhan di-…-kan belum
seluruhnya benar. Beberapa bentukan kata dengan imbuhan itu yang belum benar
adalah bentukan kata seperti diketemukan, dikemanakan, dikesayakan.
Bentukan kata diketemukan tidak dibentuk
secara benar karena kata dasarnya adalah temu, bukan ketemu.
Jika bentuk kata dasar itu (temu) dirangkaikan dengan gambungan imbuhan di-…-kan
bentuk yang tepat adalah ditemukan bukan diketemukan. Sementara
itu, dua kata yang lain yaitu kebapakan dan dikesanakan, tidak
benar karena bentukan kata itu tidak berstruktur bahasa daerah khususnya bahasa
Sunda. Jika digunakan dalam bahasa Indonesia struktur bahasa itu harus diubah
menjadi.
(diberikan) kepada saya, dan (diberikan) kepada bapak.
(diserahkan) kepada saya, dan (diserahkan)
kepada bapak.
(c)
Bentukan kata dengan
imbuhan –ter
Dalam pemakaian bahasa Indonesia orang sering memakai bentukan kata
yan berimbuhan ke- sebagai padanan kata yang berimbuhan ter-
misalnya pada kalimat berikut.
(1)
Saya nyaris ketabrak
motor.
(2)
Bangunan
itu rusak karena ketimpa pohon.
Bentukan kata ketabrak dan ketimpa pada kedua kalimat itu
merupakan bentukan kata yang tidak baku karena bentukan kata itu berstruktur
bahasa daerah. Bentukan baku dalam bahasa Indonesia adalah dengan menggunakan
imbuhan ter- sehingga kedua kata itu menjadi tertabrak, tertimpa,
bukan ketimpa dan ketabrak. Kata lain yang sepola dengan kata itu
antara lain adalah ketubruk, kesandung, ketangkap.
Berbeda dengan itu, imbuhan –wan lazim digunakan pada bentuk dasar
yang berakhir pada vokal yang lain namun kehadiran imbuhan ini tampak produktif.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa imbuhan itu dapat menggunakan bentuk dasar yang
berakhir dengan vokal /i/, misalnya.
modernisatie, modernization ----------------- modernisasi
normalisatie, normalization ---------------- normalisasi
legalisasi, legalization ---------------------- legalisasi
neutralisatie, neutralization --------------- netralisasi
Contoh tersebut mempelihatkan bahwa imbuhan –isasi tidak diserap
secara terpisah atau tersendiri, melainkan diserap secara utuh dan beserta
bentuk dasar yang dilekatinya. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa dalam
bahasa Indonesia kata modernisasi, misalnya tidak dibentuk dari kata modern
dan imbuhan -isasi itu diserap secara utuh dari kedua bahasa itu modernisasi
dan modernization.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989b. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Cetaskan ke-4 Jakarta. MSP.
Keraf Gorys. 1980. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1987a. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1987b. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa .1989. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa. 1989. Petunjuk Praktis Berbahasa Indonesia. Jakarta.
EmoticonEmoticon