Monday, July 20, 2020

Cepen Hadiah Istiqomah Dari Allah

Tags


Hadiah Istiqomah Dari Allah
Helen Yuni Lestari




"Ngapain di sini? Ayo!" Bara mencoba menarik tangan Leana.
Leana refleks menepis tangan Bara sambil menatap Bara sinis.
"Gak usah drama deh, yang" keluh Bara.

Leana masih saja diam membuang muka.
"Respon aku di café tadi yang ngebuat kamu semarah ini? Ya kali, aku kan lagi happy karena akhirnya kamu mau malam mingguan eh kamu malah minta putus. Apa gak wajar kalau responku begitu? Aku minta maaf, Na." Bara menatap penuh penyesalan, mencoba menggenggam tangan Leana namun lagi-lagi Leana menolak.

"Bar, kalo kamu beneran sayang sama aku, kita harus putus." jelas Leana.
"Arrgghhh! Kamu kenapa jadi gini sih, Na? Putus! Putus! Putus! Itu doang yang kamu tau? Kamu selingkuh, hah?" Bara meradang, mengacak-acak rambutnya tak karuan.

Leana yang takut percakapan mereka didengar oleh orang lain di sekitar mereka lantas menarik tangan Bara menjauh. Ia mencoba menenangkan Bara, mengajaknya duduk di pinggir Jalan Raya Senggigi yang cukup sepi malam itu.

"Ya Allah, Bara! Kamu bisa nggak sih nahan emosi dikiiit aja. Aku mau hijrah Bar, udah, itu aja alasan kenapa kita harus putus." jelas Leana setelah menarik nafas panjang.

Bara refleks tertawa terbahak-bahak.
"Hijrah? Kita ini udah 4 tahun sama-sama, Na. Dari dulu kamu sering kok bilang pengen hijrah tapi gak pernah tuh kamu sampe mutusin aku. Dasar cewek genit tukang selingkuh!" Bara membuang muka.
"Aku gak pernah selingkuh." Leana terisak, mencoba menahan air matanya.
Melihat respon kekasihnya yang seperti ini benar-benar membuat hatinya pilu.

"Apa susahnya sih ngaku selingkuh? Pantes aja udah beberapa bulan ini aku perhatiin kamu berubah. Kamu sering pergi-pergi dengan alasan ikut kajian apalah itu. Munafik!" Bara berdiri dengan emosi yang semakin meluap-luap.

Pertahanan Leana akhrinya runtuh, air matanya tumpah, ia menangis pelan.
"Oke, malam ini kita putus. Tapi aku mohon biar aku antar kamu pulang. Tadi aku izin ngajak kamu keluar baik-baik sama Bapakmu jadi sekarang biar aku antar kamu pulang dengan cara yang baik. Setelah itu, aku gak akan ganggu kamu lagi." ucap Bara sesaat sebelum ia berlalu meninggalkan Leana yang masih menangis sendirian.

Leana beristigfar berkali-kali, memohon ampun dan meminta kekuatan kepada Allah agar agar diberi kekuatan untuk mampu istiqomah dengan keputusannya.

***

"Lea, Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hambaNya." Nayla memeluk Leana yang menangis tersedu-sedu usai menceritakan perihal keputusannya untuk meninggalkan Bara.
"Tapi aku masih sering kangen Bara, Nay. Aku takut dia ninggalin aku sama cewek lain. Aku masih cinta dia." Leana terisak, menunduk di hadapan sahabat yang gencar mengajaknya ke kajian itu.

Nayla tersenyum, memegang kedua pundak Leana.
"Dengarlah, ketika Zulaikha mengejar cinta Yusuf, Allah jauhkan Yusuf darinya. Namun ketika Zulaikha mengejar cinta Allah, maka Allah datangkan Yusuf padanya. Jadi, tidak akan rugi kamu meninggalkan sesuatu demi Allah, justru celakalah kamu ketika meninggalkan Allah karena sesuatu." ucap Nayla lembut.

Leana refleks memeluk kembali sahabatnya itu. "Do'akan aku, Nay. Do'akan aku agar bisa istiqomah dalam hijrah ini." ucap Leana yang kemudian diaminkan oleh sahabatnya itu.

***

Waktu terus berlalu, tak terasa sudah 2 tahun lamanya Leana berhasil istiqomah dalam hijrahnya. Ia kini dikenal sebagai salah satu aktifis penggiat dakwah di Universitas Mataram. Menunggu wisudanya yang tinggal beberapa minggu lagi, Leana kini tengah gencar-gencarnya belajar karena ia berencana untuk melanjutkan S2 nya ke Mesir.
Sampai hari itu tiba, hari di mana Leana sedang asyik belajar di kamarnya, terdengar suara familiar tengah mengucap salam sambil mengetuk-ngetuk pintu rumah. Leana yang sedang sendiri di rumah, langsung memakai hijab lebarnya sambil berlari untuk segera membuka pintu.
"Waalaikumussalam, Paman. Silahkan masuk." Leana tersenyum kemudian mencium tangan pamannya itu.
"Sebentar, sini dulu, Na. Paman lagi nungguin seseorang." Paman Hasan mengajak Leana duduk di kursi teras.
"Siapa, Paman?" tanya Leana.
"Lelaki yang insyaallah alim soleh. Akhlaknya masyaallah, jangan diragukan. Bapakmu sudah bertemu dia semalam, lelaki itu melamarmu. Bapakmu terlihat sangat menyukainya namun semua keputusan diserahkan ke kamu. Sekarang dia datang untuk nanyain kamu langsung. Percaya Paman, Na. Dia sudah 2 tahun satu pengajian sama Paman, insyaallah Paman jamin ini pilihan yang terbaik buat kamu." jelas Paman Hasan.

'Deg' hati Leana seketika bergetar. Sudah lama sekali ia tak pernah berhubungan dengan lelaki kini tiba-tiba saja Pamannya datang membawa lamaran untuknya.

"Kalo boleh tau namanya siapa, Paman?" Leana bertanya dengan ragu.
Belum sempat Paman Hasan menjawab, mereka dikejutkan oleh ucapan salam dari seorang lelaki yang tengah berjalan memasuki gerbang rumah Leana yang masih terbuka. Lelaki berparas tampan dengan pakaian muslim rapi berwarna putih lengkap dengan peci hitam di kepalanya itu berjalan mendekat, menyalami Paman Hasan kemudian berdiri dan tersenyum manis ke arah Leana.
"Assalamualaikum, apa kabar, Na?" ucap lelaki itu mendekat.

Leana mematung sesaat sebelum kemudian ia menunduk sambil menjawab salam. Lelaki alim soleh yang diceritakan Pamannya itu adalah Bara. Lelaki yang ia tinggalkan karena Allah itu adalah Bara. Lelaki yang Allah hadiahkan untuknya itu adalah Bara. Hadiah terbaik dari istiqomah yang selama ini Allah siapkan untuknya itu ternyata Bara.



Artikel Terkait

1 komentar so far


EmoticonEmoticon