Wednesday, June 27, 2018

Penerapan Metode Diskusi Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Ips


PENERAPAN METODE DISKUSI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS
Oleh:
Savitri Purbaningsih
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (UPI)
savitripurbaningsih@yahoo.com

ABSTRAK
Berpikir kritis sangat penting dikembangkan dan dimiliki oleh setiap peserta didik, agar peserta didik mampu menghadapi setiap permasalahan didalam hidupnya. Namun, berdasarkan data yang didapatkan oleh peneliti pada pra-penelitian bahwa peserta didik di kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung memiliki kemampuan berpikir kritis yang sangat kurang. Hal tersebut dapat terlihat pada aktivitas peserta didik yang sangat pasif didalam pembelajaran IPS ketika berlangsung. Berdasarkan dari landasan permasalahan tersebut, peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian tindakan kelas sesuai dengan judul yang tertera diatas. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali siklus, setiap siklusnya terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Penelitian ini dilakukan terhadap peserta didik kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung, tahun ajaran 2012/2013 sebanyak 40 orang peserta didik. Dalam pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini yaitu (1) observasi untuk mengamati aktivitas peserta didik dalam pembelajaran; (2) wawancara untuk mendapatkan data mengenai pendapat peserta didik dan pendidik mengenai penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran IPS; (3) tugas kelompok (LKS) untuk mengetahui sejauh mana keterampilan berpikir kritis yang telah dimiliki peserta didik dalam pembelajaran IPS; dan (4) dokumentasi untuk mendapatkan data mengenai suasana kelas secara mendetail tentang aktivitas-aktivitas yang terjadi didalam kelas. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS. Pada tindakan II terlihat bahwa mayoritas indikator berpikir kritis yang diperoleh oleh peserta didik adalah B (baik), lebih baik dibandingkan pada tindakan I yang mayoritas indikator berpikir kritis yang diperoleh peserta didik C (cukup baik). Selanjutnya pada tindakan III sebagian besar perolehan tingkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik yang diperoleh adalah B (baik), dibandingkan pada tindakan II. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran IPS.

Kata Kunci: Metode Diskusi Kelompok, Kemampuan Berpikir Kritis

PENDAHULUAN
Penelitian ini dilatarbelakangi dari hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung, tentang pembelajaran IPS teridentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: (1) pembelajaran IPS di kelas masih memiliki kecenderungan pendidik yang aktif di dalam kelas (teacher center). Kesan pendidik yang menguasai kelas sangatlah menonjol, peserta didik hanya menerima informasi dari pendidik saja, sehingga kurang mengarah kepada pengembangan peserta didik untuk berpikir kritis; (2) Buku paket dan pendidik seringkali dijadikan sebagai satu-satunya sumber belajar, dampaknya mereka akan terbelenggu oleh satu buku itu saja yang selalu dianggap kebenaran mutlak; (3) peserta didik tidak memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat, berekspresi, berfikir kreatif, berpikir kritis dan ilmu yang mereka dapat akan cepat dilupakan serta dianggap kurang bermakna; (4) sejumlah peserta didik mengganggap bahwa mata pelajaran IPS itu merupakan mata pelajaran yang monoton, tidak menantang, dan kurang sesuai dengan kebutuhan hidup peserta didik. Padahal, IPS harus mempersiapkan peserta didik dalam berpartisipasi secara efektif di lingkungan kelas, sekolah, masyarakat, negara dan dunia (Effendi dalam Soemantri, 2010: 34).

Dengan adanya kondisi dimana peserta didik tidak memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat, berargumen, dan berekpresi, yang mengindikasikan bahwa peserta didik kurang memiliki kemampuan dalam berpikir kritis dalam pembelajaran IPS. Padahal, IPS memiliki tujuan yang tercantum pada PERMENDIKNAS no 22, 23, dan 24 tahun 2006 (Sapriya, 2007), “… memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis, dan kritis, rasa ingin tahu, inquiry, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial…”. Berpikir kritis adalah menjelaskan apa yang dipikirkan (Fisher, 2008:65). Dengan berpikir kritis peserta didik dapat mengembangkan keterampilan interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan, dan regulasi diri.

Berpikir kritis sangat penting dikembangkan dan dimiliki oleh setiap peserta didik agar peserta didik ini dapat memikirkan strategi-strategi yang tepat dalam memecahkan suatu masalah. Sebab pada abad ke-21 ini, permasalahan-permasalahan di masyarakat semakin runyam sehingga menuntut warga negaranya bisa lebih memikirkan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan dengan bijak. Selain itu, menurut Santrock dalam Desmita (2010:158), perubahan kognitif yang memungkinkan terjadinya peningkatan pemikiran kritis pada peserta didik apabila dilatih sejak dini, yaitu: (1) Meningkatkan kecepatan, otomatisasi dan kapasitas pemrosesan informasi, yang membebaskan sumber-sumber kognitif untuk dimanfaatkan bagi tujuan lain; (2) Bertambah luasnya isi pengetahuan tentang berbagai bidang; (3) Meningkatkan kemampuan membangun kombinasi-kombinasi baru dari pengetahuan; (4) Semakin panjangnya rentang dan spontannya penggunaan strategi atau prosedur untuk menerapkan atau memperoleh pengetahuan, seperti perencanaan, mempertimbangkan berbagai pilihan, dan pemantauan kognitif

Terkait dengan rendahnya kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS, maka perlu adanya pemilihan metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, agar tidak hanya terpaku kepada pendidik atau pun buku pelajaran. Salah satu jenis metode pembelajaran itu adalah metode diskusi. Menurut Arends (2008:75), diskusi adalah situasi pendidik dan peserta didik atau peserta didik dan peserta didik lainnya bercakap-cakap dan berbagi ide dan pendapat. Hal ini sejalan dengan  Sunaryo dalam Trianto (2010:122), diskusi adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok, untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan, mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah. Dengan demikian diskusi merupakan suatu metode pembelajaran yang di dalamnya terdapat percakapan antara pendidik dengan peserta didik, dan peserta didik dengan peserta didik yang lainnya untuk mendapatkan pemecahan masalah yang benar.

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana pendidik mendesain rancangan  metode diskusi kelompok untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS?; (2) Bagaimana pelaksanaan penerapan metode diskusi kelompok untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS?; (3) Apakah metode diskusi kelompok dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS?; (4) Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan metode diskusi kelompok pada pembelajaran IPS?

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu (1) Untuk menganalisis rancangan pembelajaran metode diskusi kelompok dalam meningkatkan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS; (2) Untuk menganalisis penyusunan tahapan-tahapan metode diskusi kelompok  untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS; (3) Untuk menganalisis apakah  metode diskusi kelompok dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS; (4) Untuk menganalisis kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan metode diskusi kelompok pada pembelajaran IPS.

1. Metode Diskusi Kelompok
Menurut Arends (2008: 75), diskusi adalah situasi pendidik dan peserta didik atau peserta didik dan peserta didik lainnya bercakap-cakap dan berbagi ide dan pendapat. Samani (2012:150), mengungkapkan bahwa diskusi adalah pertukaran pikiran (sharing of opinion) antara dua orang atau lebih yang bertujuan memperoleh kesamaan pandang tentang sesuatu masalah yang dirasakan bersama. Dengan demikian diskusi merupakan suatu metode pembelajaran yang di dalamnya terdapat percakapan antara individu dengan individu lainnya yang terbentuk ke dalam suatu wadah atau kelompok yang dihadapkan oleh suatu permasalahan sehingga mereka dapat bertukar pikiran untuk mendapatkan pemecahan masalah yang benar melalui kesepakatan bersama.

Sagala dalam Ernasari (2011:28), lebih lanjut menyebutkan bahwa:
“Diskusi ialah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematis pemunculan ide-ide dan pengujian ide-ide ataupun pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu yang diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalahnya dan untuk mencari kebenaran.”

Namun, untuk membatasi pengertian diskusi yang luas ini, maka peneliti memberikan konsep kelompok dalam pembahasan ini. Kelompok adalah kumpulan orang yang terdiri dari dua atau tiga orang, bahkan lebih. Menurut Sunjana dalam Sofyanti (2011:19), menyatakan bahwa kelompok adalah suatu kumpulan orang dalam jumlah terbatas, setiap anggota melakukan hubungan dan saling membutuhkan serta kegiatan mereka didasarkan pada aturan atau norma-norma yang ditaati bersama. Jadi, kelompok adalah suatu kumpulan orang yang telah direncanakan sebelumnya dan dibentuk dengan tujuan tertentu.

Mulyasa (2005:89), menyatakan bahwa diskusi kelompok meruapakan suatu proses teratur dan melibatkan sekelompok orang dalam berinteraksi tatap muka untuk mengambil kesimpulan dan memecahkan masalah. Suryosubroto dalam Yuniati (2007:15), bahwa diskusi kelompok adalah suatu percakapan oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok atau saling tukar pendapat tentang sesuatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.  Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa metode diskusi kelompok adalah suatu cara yang diterapkan oleh pendidik untuk mengajar di kelas dengan cara pendidik memberikan suatu permasalahan dan peserta didik mencari pemecahannya secara bersama-sama dalam sebuah kelompok. Dalam kegiatan tersebut maka, peserta didik di tuntut untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahn yang ada.

2. Berpikir Kritis
Pada dasarnya, setiap manusia memiliki potensi dalam berpikir sehingga, manusia sering disebut dengan makhluk berpikir. Hal ini dikarenakan hanya manusia-lah yang dikaruniai akal dan pikiran. Dengan akal inilah manusia mampu untuk berpikir dan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang tidak, mana yang benar dan mana yang salah. Bahkan tidak hanya sebatas itu saja, manusia mampu menelusuri kenapa itu baik dan kenapa itu buruk, kenapa itu benar atau kenapa itu salah.

Presseinsen dalam Costa (1985:10), mengelompokkan keterampilan berpikir menjadi “keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks atau tingkat tinggi”. Dalam hal ini, keterampilan berpikir dasar meliputi menghubungkan sebab akibat, mentransformasi, menemukan hubungan dan memberikan kualifikasi. Proses berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.

Dalam penelitian ini akan dibahas tentang kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis. Berpikir kritis adalah salah satu proses berpikir tingkat tinggi. Dalam proses pembelajaran, berpikir kritis ini sangat penting, karena dengan keterampilan berpikir kritis ini diharapkan peserta didik akan mampu menganalisis terhadap berbagai persoalan yang menyangkut materi pelajaran, memberikan argumentasi, memunculkan wawasan dan mampu memberikan interpretasi. Pengembangan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam semua mata pelajaran termasuk dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Hal ini diperjelas oleh Herman (1977), Shaver Davis and Helburn (1977), Fancett an hawke (1982), Goodlod (1983). Mereka berpendapat bahwa “…. Critical thinking is gaining renewed attention and endorsement while typical patterns of social studies classroom practice appear less than conductive to critical thought” (Al Muchtar, 2007:278).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berpikir kritis adalah keterampilan seseorang dalam merefleksikan permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber (lisan ataupun tulisan), sehingga dapat mengambil keputusan secara cermat. Adapun indikator berpikir kritis adalah memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberi penjelasan lanjut, dan mengatur strategi dan teknik.

METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar atau apa adanya (natural setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif.  Dalam metode kualitatif, memahami dan menafsirkan makna dalam suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif penelitian sendiri.

Adapun pengertian kuantitatif adalah sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik (Sugiyono, 2012; 7).

Bentuk penelitian yang  dilaksanakan adalah suatu kajian reflektif, dalam mengatasi masalah pembelajaran berupa rendahnya keterampilan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS, maka teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas atau Classroom Action Research. Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran sesuai dengan permasalahan yang ada. Dalam hal ini pengertian kelas tidak terbatas pada empat dinding kelas atau ruang kelas, tetapi lebih pada adanya aktivitas belajar dua orang atau lebih peserta didik (H.E. Mulyasa: 2010).

Adapun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) observasi untuk mengamati aktivitas peserta didik dalam pembelajaran; (2) wawancara untuk mendapatkan data mengenai pendapat peserta didik dan pendidik mengenai penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran IPS; (3) tugas kelompok (LKS) untuk mengetahui sejauh mana keterampilan berpikir kritis yang telah dimiliki peserta didik dalam pembelajaran IPS; dan (4) dokumentasi untuk mendapatkan data mengenai suasana kelas secara mendetail tentang aktivita-aktivitas yang terjadi didalam kelas.

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan dari data-data yang telah terkumpul dan dari hasil pengamatan peneliti dari tindakan I sampai tindakan III bahwa pertama, desain rancangan merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh seorang pendidik. Hal ini dapat terlihat ketika tindakan I berlangsung, pendidik mengalami banyak kekurangan yang disebabkan oleh perencanaan yang dibuat oleh peneliti kurang dipersiapkan dengan maksimal, sehingga tujuan yang diharapkan tidak dapat tercapai dengan baik. Akan tetapi pada tindakan II dan tindakan III desain pelaksanaan diskusi kelompok yang dilakukan oleh pendidik sudah membaik. Hal tersebut dapat terlihat pada LKS (media) yang dipersiapkan oleh pendidik sudah membaik dan peserta didik pun dapat mengerjakan LKS tersebut dengan baik.

Pada pelaksanaan diskusi kelompok didalam kelas, pendidik lebih memperhatikan aktivitas peserta didik dalam berdiskusi kelompok yang menunjukkan kemampuan berpikir kritis didalam pembelajaran IPS, peneliti menganalisis seluruh kegiatan peserta didik dari tindakan I sampai tindakan III.

Pada tindakan I terlihat bahwa peserta didik belum mencapai hasil yang baik dalam kemampuan berpikir kritis yang mereka miliki. Hal ini terlihat dari peserta didik yang memberikan penjelasan sederhana masih pada posisi D (kurang baik), membangun keterampilan dasar pada posisi C (cukup baik), menyimpulkan pada posisi C (cukup baik), memberi penjelasan lanjut pada posisi C (cukup baik), dan mengatur strategi dak teknik pada posisi B (baik). Perolehan data tersebut disebabkan oleh peserta didik yang masih belum terbiasa dengan metode yang diterapkan oleh pendidik.

Selanjutnya pada tindakan II terlihat peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Hal ini terlihat dari peserta didik yang memberikan penjelasan sederhana masih pada posisi B (baik), membangun keterampilan dasar pada posisi C (cukup baik), menyimpulkan pada posisi B (baik), memberi penjelasan lanjut pada posisi B (baik), dan mengatur strategi dak teknik pada posisi B (baik). Perolehan data tersebut mengambarkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik mengalami peningkatan, namun peningkatan ini belum mencapai hasil yang maksimal. Dengan demikian, peneliti melakukan tindakan selanjutnya.

Pada tindakan III terlihat peningkatan yang tipis pada kemampuan berpikir kritis peserta didik. Hal ini terlihat dari peserta didik yang memberikan penjelasan sederhana pada posisi B (baik), membangun keterampilan dasar pada posisi B (baik), menyimpulkan pada posisi B (baik), memberi penjelasan lanjut pada posisi B (baik), dan mengatur strategi dak teknik pada posisi B (baik). Berdasarkan perolehan data pada tindakan III ini memperlihatkan bahwa data sudah mulai jenuh, peningkatan yang terjadi hanya pada satu indikator saja, sehingga kegiatan tindakan penerapan metode diskusi kelompok diakhiri.

Setiap tindakan yang dilakukan oleh peneliti tidak berjalan dengan mulus, ada beberapa kendala-kendala selama dilakukannya penerapan metode diskusi kelompok didalam kelas. Kendala-kendala tersebut ditimbulkan baik dari pendidik maupun dari peserta didik. Dimana keduanya belum terbiasa dengan pelaksanaan penerapan metode diskusi kelompok ini. Namun, pada setiap tindakan kendala-kendala tersebut mampu ditangani oleh pendidik dengan baik, hal tesebut disebabkan oleh sudah terbiasanya pendidik menerapkan metode diskusi kelompok ini sehingga pendidik telah mampu mengira-gira dan memperhitungkan segala kekurangan dan kelebihan dari metode diskusi kelompok ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan peneliti dengan judul “Penerapan Metode Diskusi Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis” menghasilkan data sebagai berikut.
Pertama, dalam suatu pembelajaran sangat penting dilakukan perencanaan mengenai mendesain rancangan metode diskusi kelompok agar tujuan utama penelitian ini dapat dicapai dengan baik. Perencanaan tersebut dapat melalui langkah-langkah, yaitu: (1) membuat silabus pembelajaran; (2) membuat RPP sesuai dengan SK-KD yang ada; (3) mempersiapkan media pembelajaran termasuk LKS yang sesuai dengan SK-KD; serta (4) merencanakan langkah-langkah pada pelaksanaan pembelajaran.
Kedua, tahapan pelaksanaan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran IPS pada penelitian ini merupakan implementasi dari desain rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Sama halnya dengan mendesain rancangan, dalam pelaksanaan metode diskusi kelompok pun harus memiliki pengalaman dalam melaksanakannya. Sebab apabila tidak memiliki pengalaman maka, pelaksanaan didalam kelas akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam pelaksanaan metode diskusi kelompok harus selalu ada kegiatan yaitu: (1) kegiatan awal; (2) kegiatan inti. (3) kegiatan penutup. Kegiatan tersebut harus berjalan secara sistematis dan terarah agar tujuan dari pembelajaran itu dapat tercapai sesuai dengan keinginan.
Ketiga, berdasarkan hasil penelitian ini peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS setelah diterapkannya metode diskusi kelompok dapat meningkat secara signifikan. Hal tersebut dapat terlihat pada saat peneliti melakukan observasi pada saat tindakan berlangsung, Setiap indikator-indikator berpikir ktitis yang telah ditetapkan dalam penelitian ini mengalami peningkatan pada setiap tindakan penelitian ini. Selain itu, perolehan skor kegiatan diskusi dan skor LKS pada setiap kelompok pun mengalami peningkatan pada setiap tindakan yang dilakukan peneliti. berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada pendidik dan peserta didik pun merasakan hal yang sama, dimana peserta didik merasakan bahwa mereka dapat memahami materi pembelajaran dengan baik setelah diterapkan metode diskusi kelompok, selain itu mereka pun merasa lebih berani dalam mengungkapkan pendapatnya.
Keempat, peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik setelah diterapkannya diskusi kelompok tidak berjalan dengan mulus, peneliti seringkali menghadapi kendala-kendala dalam perlaksanaannya. Kendala-kendala tersebut muncul pada setiap tindakan berlangsung. Kendala-kendala yang timbul bukan hanya dialami oleh pendidik, namun dialami oleh peserta didik juga. Kendala utama yang dihadapi pendidik adalah pembagian waktu selama pelaksanaan pembelajaranberlangsung kurang diperhatikan, sehingga pelaksanaan pembelajaran tidak berjalan sesuai dengan seharusnya. Dan kendala yang dialami oleh peserta didik adalah motivasi belajar peserta didik yang sangat kurang, sehingga dalam proses pelaksanaan diskusi berlangsung banyak peserta didik yang hanya mengobrol. Dalam menghadapi permasalahan ini pendidik menerapkan sistem reward dan hukuman. Sistem itu mampu memotivasi peserta didik untuk belajar dengan baik.

DAFTAR PUTAKA
Al Muchtar. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama.
Arends, R. (2008). Learning To Teach: Belajar Untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Costa, A. (1985). Developing Minds: A Resours Bool for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD.
Desmita.(2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya.
Ernasari.(2011). Efektivitas pembelajaran model inquiry dengan metode diskusi dalam meningkatkan hasil belajar (studi eksperimen pada pembelajaran akutansi pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Rancaekek). Tesis Magister pada PIPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Fisher, A. (2008). Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Mulyasa.(2010). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Samani, M. (2007). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sapriya, et al. (2007). Konsep Dasar IPS. Bandung: Labotarium Pendidikan Kewarganegaraan.
Sofyanti. (2011). Penerapan Metode Diskusi Kelompok Kecil Untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 14 Bandung. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Sejarah UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Somantri, N. at all. (2010). Inovasi Pembelajaran IPS. Bandung: Rizqi Press.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progres: Konsep, Landasan, Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Yuniati, L. (2007). Efektivitas penggunaan metode diskusi terhadap peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas di kelas VIII-E SMP Kartika Siliwangi II Bandung Tahun Ajaran 2006-2007). Skripsi pada Jurusan Pendidikan Sejarah UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon