PENERAPAN METODE DISKUSI KELOMPOK
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS
Oleh:
Savitri
Purbaningsih
Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (UPI)
savitripurbaningsih@yahoo.com
ABSTRAK
Berpikir
kritis sangat penting dikembangkan dan dimiliki oleh setiap peserta didik, agar
peserta didik mampu menghadapi setiap permasalahan didalam hidupnya. Namun,
berdasarkan data yang didapatkan oleh peneliti pada pra-penelitian bahwa
peserta didik di kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung memiliki kemampuan berpikir
kritis yang sangat kurang. Hal tersebut dapat terlihat pada aktivitas peserta
didik yang sangat pasif didalam pembelajaran IPS ketika berlangsung.
Berdasarkan dari landasan permasalahan tersebut, peneliti berinisiatif untuk
melakukan penelitian tindakan kelas sesuai dengan judul yang tertera diatas.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian
Tindakan Kelas dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Dalam
pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali siklus, setiap siklusnya
terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Penelitian ini
dilakukan terhadap peserta didik kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung, tahun
ajaran 2012/2013 sebanyak 40 orang peserta didik. Dalam pengumpulan data yang
dilakukan peneliti dalam penelitian ini yaitu (1) observasi untuk mengamati
aktivitas peserta didik dalam pembelajaran; (2) wawancara untuk mendapatkan
data mengenai pendapat peserta didik dan pendidik mengenai penerapan metode
diskusi kelompok dalam pembelajaran IPS; (3) tugas kelompok (LKS) untuk
mengetahui sejauh mana keterampilan berpikir kritis yang telah dimiliki peserta
didik dalam pembelajaran IPS; dan (4) dokumentasi untuk mendapatkan data mengenai
suasana kelas secara mendetail tentang aktivitas-aktivitas yang terjadi didalam
kelas. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan keterampilan
berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS. Pada tindakan II terlihat
bahwa mayoritas indikator berpikir kritis yang diperoleh oleh peserta didik
adalah B (baik), lebih baik dibandingkan pada tindakan I yang mayoritas
indikator berpikir kritis yang diperoleh peserta didik C (cukup baik).
Selanjutnya pada tindakan III sebagian besar perolehan tingkatan kemampuan
berpikir kritis peserta didik yang diperoleh adalah B (baik), dibandingkan pada
tindakan II. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran IPS.
Kata Kunci:
Metode Diskusi Kelompok, Kemampuan Berpikir Kritis
PENDAHULUAN
Penelitian
ini dilatarbelakangi dari hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di
kelas VIII-E SMP Negeri 44 Bandung, tentang pembelajaran IPS teridentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut: (1) pembelajaran IPS di kelas masih memiliki
kecenderungan pendidik yang aktif di dalam kelas (teacher center). Kesan
pendidik yang menguasai kelas sangatlah menonjol, peserta didik hanya menerima
informasi dari pendidik saja, sehingga kurang mengarah kepada pengembangan
peserta didik untuk berpikir kritis; (2) Buku paket dan pendidik seringkali
dijadikan sebagai satu-satunya sumber belajar, dampaknya mereka akan
terbelenggu oleh satu buku itu saja yang selalu dianggap kebenaran mutlak; (3)
peserta didik tidak memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat,
berekspresi, berfikir kreatif, berpikir kritis dan ilmu yang mereka dapat akan
cepat dilupakan serta dianggap kurang bermakna; (4) sejumlah peserta didik
mengganggap bahwa mata pelajaran IPS itu merupakan mata pelajaran yang monoton,
tidak menantang, dan kurang sesuai dengan kebutuhan hidup peserta didik.
Padahal, IPS harus mempersiapkan peserta didik dalam berpartisipasi secara
efektif di lingkungan kelas, sekolah, masyarakat, negara dan dunia (Effendi
dalam Soemantri, 2010: 34).
Dengan
adanya kondisi dimana peserta didik tidak memiliki keberanian dalam
mengemukakan pendapat, berargumen, dan berekpresi, yang mengindikasikan bahwa
peserta didik kurang memiliki kemampuan dalam berpikir kritis dalam
pembelajaran IPS. Padahal, IPS memiliki tujuan yang tercantum pada PERMENDIKNAS
no 22, 23, dan 24 tahun 2006 (Sapriya, 2007), “… memiliki kemampuan dasar untuk
berpikir logis, dan kritis, rasa ingin tahu, inquiry, memecahkan masalah dan
keterampilan dalam kehidupan sosial…”. Berpikir kritis adalah menjelaskan apa
yang dipikirkan (Fisher, 2008:65). Dengan berpikir kritis peserta didik dapat
mengembangkan keterampilan interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi,
penjelasan, dan regulasi diri.
Berpikir
kritis sangat penting dikembangkan dan dimiliki oleh setiap peserta didik agar
peserta didik ini dapat memikirkan strategi-strategi yang tepat dalam
memecahkan suatu masalah. Sebab pada abad ke-21 ini, permasalahan-permasalahan
di masyarakat semakin runyam sehingga menuntut warga negaranya bisa lebih
memikirkan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan dengan
bijak. Selain itu, menurut Santrock dalam Desmita (2010:158), perubahan
kognitif yang memungkinkan terjadinya peningkatan pemikiran kritis pada peserta
didik apabila dilatih sejak dini, yaitu: (1) Meningkatkan kecepatan,
otomatisasi dan kapasitas pemrosesan informasi, yang membebaskan sumber-sumber
kognitif untuk dimanfaatkan bagi tujuan lain; (2) Bertambah luasnya isi
pengetahuan tentang berbagai bidang; (3) Meningkatkan kemampuan membangun
kombinasi-kombinasi baru dari pengetahuan; (4) Semakin panjangnya rentang dan
spontannya penggunaan strategi atau prosedur untuk menerapkan atau memperoleh
pengetahuan, seperti perencanaan, mempertimbangkan berbagai pilihan, dan
pemantauan kognitif
Terkait
dengan rendahnya kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran
IPS, maka perlu adanya pemilihan metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik, agar tidak hanya terpaku kepada pendidik atau
pun buku pelajaran. Salah satu jenis metode pembelajaran itu adalah metode
diskusi. Menurut Arends (2008:75), diskusi adalah situasi pendidik dan peserta
didik atau peserta didik dan peserta didik lainnya bercakap-cakap dan berbagi
ide dan pendapat. Hal ini sejalan dengan
Sunaryo dalam Trianto (2010:122), diskusi adalah suatu percakapan ilmiah
oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok, untuk saling bertukar
pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan, mendapatkan
jawaban dan kebenaran atas suatu masalah. Dengan demikian diskusi merupakan
suatu metode pembelajaran yang di dalamnya terdapat percakapan antara pendidik
dengan peserta didik, dan peserta didik dengan peserta didik yang lainnya untuk
mendapatkan pemecahan masalah yang benar.
Berdasarkan
permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu (1) Bagaimana pendidik mendesain rancangan metode diskusi kelompok untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS?; (2) Bagaimana
pelaksanaan penerapan metode diskusi kelompok untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS?; (3) Apakah metode
diskusi kelompok dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik
dalam pembelajaran IPS?; (4) Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi dalam
penerapan metode diskusi kelompok pada pembelajaran IPS?
Adapun
tujuan dari penelitian ini yaitu (1) Untuk menganalisis rancangan pembelajaran
metode diskusi kelompok dalam meningkatkan berpikir kritis peserta didik dalam
pembelajaran IPS; (2) Untuk menganalisis penyusunan tahapan-tahapan metode
diskusi kelompok untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS; (3) Untuk
menganalisis apakah metode diskusi
kelompok dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam
pembelajaran IPS; (4) Untuk menganalisis kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan
metode diskusi kelompok pada pembelajaran IPS.
1. Metode Diskusi Kelompok
Menurut
Arends (2008: 75), diskusi adalah situasi pendidik dan peserta didik atau
peserta didik dan peserta didik lainnya bercakap-cakap dan berbagi ide dan
pendapat. Samani (2012:150), mengungkapkan bahwa diskusi adalah pertukaran
pikiran (sharing of opinion) antara dua orang atau lebih yang bertujuan
memperoleh kesamaan pandang tentang sesuatu masalah yang dirasakan bersama.
Dengan demikian diskusi merupakan suatu metode pembelajaran yang di dalamnya
terdapat percakapan antara individu dengan individu lainnya yang terbentuk ke
dalam suatu wadah atau kelompok yang dihadapkan oleh suatu permasalahan
sehingga mereka dapat bertukar pikiran untuk mendapatkan pemecahan masalah yang
benar melalui kesepakatan bersama.
Sagala
dalam Ernasari (2011:28), lebih lanjut menyebutkan bahwa:
“Diskusi
ialah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat yang
dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematis pemunculan ide-ide dan
pengujian ide-ide ataupun pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung
dalam kelompok itu yang diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalahnya dan
untuk mencari kebenaran.”
Namun,
untuk membatasi pengertian diskusi yang luas ini, maka peneliti memberikan
konsep kelompok dalam pembahasan ini. Kelompok adalah kumpulan orang yang
terdiri dari dua atau tiga orang, bahkan lebih. Menurut Sunjana dalam Sofyanti
(2011:19), menyatakan bahwa kelompok adalah suatu kumpulan orang dalam jumlah
terbatas, setiap anggota melakukan hubungan dan saling membutuhkan serta
kegiatan mereka didasarkan pada aturan atau norma-norma yang ditaati bersama.
Jadi, kelompok adalah suatu kumpulan orang yang telah direncanakan sebelumnya
dan dibentuk dengan tujuan tertentu.
Mulyasa
(2005:89), menyatakan bahwa diskusi kelompok meruapakan suatu proses teratur
dan melibatkan sekelompok orang dalam berinteraksi tatap muka untuk mengambil
kesimpulan dan memecahkan masalah. Suryosubroto dalam Yuniati (2007:15), bahwa
diskusi kelompok adalah suatu percakapan oleh beberapa orang yang tergabung
dalam suatu kelompok atau saling tukar pendapat tentang sesuatu masalah atau
bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu
masalah. Dengan demikian, dapat ditarik
kesimpulan bahwa metode diskusi kelompok adalah suatu cara yang diterapkan oleh
pendidik untuk mengajar di kelas dengan cara pendidik memberikan suatu
permasalahan dan peserta didik mencari pemecahannya secara bersama-sama dalam
sebuah kelompok. Dalam kegiatan tersebut maka, peserta didik di tuntut untuk
berpikir kritis dalam memecahkan permasalahn yang ada.
2. Berpikir Kritis
Pada
dasarnya, setiap manusia memiliki potensi dalam berpikir sehingga, manusia
sering disebut dengan makhluk berpikir. Hal ini dikarenakan hanya manusia-lah
yang dikaruniai akal dan pikiran. Dengan akal inilah manusia mampu untuk
berpikir dan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang tidak, mana yang
benar dan mana yang salah. Bahkan tidak hanya sebatas itu saja, manusia mampu
menelusuri kenapa itu baik dan kenapa itu buruk, kenapa itu benar atau kenapa
itu salah.
Presseinsen
dalam Costa (1985:10), mengelompokkan keterampilan berpikir menjadi
“keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks atau tingkat
tinggi”. Dalam hal ini, keterampilan berpikir dasar meliputi menghubungkan
sebab akibat, mentransformasi, menemukan hubungan dan memberikan kualifikasi.
Proses berpikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan
masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Dalam
penelitian ini akan dibahas tentang kemampuan peserta didik dalam berpikir
kritis. Berpikir kritis adalah salah satu proses berpikir tingkat tinggi. Dalam
proses pembelajaran, berpikir kritis ini sangat penting, karena dengan keterampilan
berpikir kritis ini diharapkan peserta didik akan mampu menganalisis terhadap
berbagai persoalan yang menyangkut materi pelajaran, memberikan argumentasi,
memunculkan wawasan dan mampu memberikan interpretasi. Pengembangan berpikir
kritis perlu dikembangkan dalam semua mata pelajaran termasuk dalam mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Hal ini diperjelas oleh Herman (1977),
Shaver Davis and Helburn (1977), Fancett an hawke (1982), Goodlod (1983).
Mereka berpendapat bahwa “…. Critical thinking is gaining renewed attention and
endorsement while typical patterns of social studies classroom practice appear
less than conductive to critical thought” (Al Muchtar, 2007:278).
Berdasarkan
penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa berpikir kritis adalah
keterampilan seseorang dalam merefleksikan permasalahan secara mendalam,
mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendekatan dan
perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang
datang dari berbagai sumber (lisan ataupun tulisan), sehingga dapat mengambil
keputusan secara cermat. Adapun indikator berpikir kritis adalah memberikan
penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberi
penjelasan lanjut, dan mengatur strategi dan teknik.
METODE PENELITIAN
Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan
kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan dalam situasi yang wajar atau apa
adanya (natural setting) dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Dalam metode kualitatif, memahami dan
menafsirkan makna dalam suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam
situasi tertentu menurut perspektif penelitian sendiri.
Adapun
pengertian kuantitatif adalah sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/statistik (Sugiyono, 2012; 7).
Bentuk
penelitian yang dilaksanakan adalah
suatu kajian reflektif, dalam mengatasi masalah pembelajaran berupa rendahnya
keterampilan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPS, maka teknik
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
atau Classroom Action Research. Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan
penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran sesuai dengan permasalahan yang ada. Dalam
hal ini pengertian kelas tidak terbatas pada empat dinding kelas atau ruang
kelas, tetapi lebih pada adanya aktivitas belajar dua orang atau lebih peserta
didik (H.E. Mulyasa: 2010).
Adapun
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) observasi untuk
mengamati aktivitas peserta didik dalam pembelajaran; (2) wawancara untuk
mendapatkan data mengenai pendapat peserta didik dan pendidik mengenai
penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran IPS; (3) tugas kelompok
(LKS) untuk mengetahui sejauh mana keterampilan berpikir kritis yang telah
dimiliki peserta didik dalam pembelajaran IPS; dan (4) dokumentasi untuk
mendapatkan data mengenai suasana kelas secara mendetail tentang
aktivita-aktivitas yang terjadi didalam kelas.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan
dari data-data yang telah terkumpul dan dari hasil pengamatan peneliti dari
tindakan I sampai tindakan III bahwa pertama, desain rancangan merupakan hal
yang sangat penting dilakukan oleh seorang pendidik. Hal ini dapat terlihat
ketika tindakan I berlangsung, pendidik mengalami banyak kekurangan yang
disebabkan oleh perencanaan yang dibuat oleh peneliti kurang dipersiapkan
dengan maksimal, sehingga tujuan yang diharapkan tidak dapat tercapai dengan
baik. Akan tetapi pada tindakan II dan tindakan III desain pelaksanaan diskusi
kelompok yang dilakukan oleh pendidik sudah membaik. Hal tersebut dapat
terlihat pada LKS (media) yang dipersiapkan oleh pendidik sudah membaik dan
peserta didik pun dapat mengerjakan LKS tersebut dengan baik.
Pada
pelaksanaan diskusi kelompok didalam kelas, pendidik lebih memperhatikan
aktivitas peserta didik dalam berdiskusi kelompok yang menunjukkan kemampuan
berpikir kritis didalam pembelajaran IPS, peneliti menganalisis seluruh
kegiatan peserta didik dari tindakan I sampai tindakan III.
Pada
tindakan I terlihat bahwa peserta didik belum mencapai hasil yang baik dalam
kemampuan berpikir kritis yang mereka miliki. Hal ini terlihat dari peserta
didik yang memberikan penjelasan sederhana masih pada posisi D (kurang baik),
membangun keterampilan dasar pada posisi C (cukup baik), menyimpulkan pada
posisi C (cukup baik), memberi penjelasan lanjut pada posisi C (cukup baik),
dan mengatur strategi dak teknik pada posisi B (baik). Perolehan data tersebut
disebabkan oleh peserta didik yang masih belum terbiasa dengan metode yang diterapkan
oleh pendidik.
Selanjutnya
pada tindakan II terlihat peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Hal ini terlihat dari peserta didik yang memberikan penjelasan sederhana masih
pada posisi B (baik), membangun keterampilan dasar pada posisi C (cukup baik),
menyimpulkan pada posisi B (baik), memberi penjelasan lanjut pada posisi B
(baik), dan mengatur strategi dak teknik pada posisi B (baik). Perolehan data
tersebut mengambarkan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik mengalami
peningkatan, namun peningkatan ini belum mencapai hasil yang maksimal. Dengan
demikian, peneliti melakukan tindakan selanjutnya.
Pada
tindakan III terlihat peningkatan yang tipis pada kemampuan berpikir kritis
peserta didik. Hal ini terlihat dari peserta didik yang memberikan penjelasan
sederhana pada posisi B (baik), membangun keterampilan dasar pada posisi B
(baik), menyimpulkan pada posisi B (baik), memberi penjelasan lanjut pada
posisi B (baik), dan mengatur strategi dak teknik pada posisi B (baik). Berdasarkan
perolehan data pada tindakan III ini memperlihatkan bahwa data sudah mulai
jenuh, peningkatan yang terjadi hanya pada satu indikator saja, sehingga
kegiatan tindakan penerapan metode diskusi kelompok diakhiri.
Setiap
tindakan yang dilakukan oleh peneliti tidak berjalan dengan mulus, ada beberapa
kendala-kendala selama dilakukannya penerapan metode diskusi kelompok didalam
kelas. Kendala-kendala tersebut ditimbulkan baik dari pendidik maupun dari
peserta didik. Dimana keduanya belum terbiasa dengan pelaksanaan penerapan
metode diskusi kelompok ini. Namun, pada setiap tindakan kendala-kendala
tersebut mampu ditangani oleh pendidik dengan baik, hal tesebut disebabkan oleh
sudah terbiasanya pendidik menerapkan metode diskusi kelompok ini sehingga
pendidik telah mampu mengira-gira dan memperhitungkan segala kekurangan dan
kelebihan dari metode diskusi kelompok ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan
penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan peneliti dengan judul “Penerapan
Metode Diskusi Kelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis”
menghasilkan data sebagai berikut.
Pertama,
dalam suatu pembelajaran sangat penting dilakukan perencanaan mengenai
mendesain rancangan metode diskusi kelompok agar tujuan utama penelitian ini
dapat dicapai dengan baik. Perencanaan tersebut dapat melalui langkah-langkah,
yaitu: (1) membuat silabus pembelajaran; (2) membuat RPP sesuai dengan SK-KD
yang ada; (3) mempersiapkan media pembelajaran termasuk LKS yang sesuai dengan
SK-KD; serta (4) merencanakan langkah-langkah pada pelaksanaan pembelajaran.
Kedua,
tahapan pelaksanaan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran IPS pada
penelitian ini merupakan implementasi dari desain rancangan pembelajaran yang
telah dibuat. Sama halnya dengan mendesain rancangan, dalam pelaksanaan metode
diskusi kelompok pun harus memiliki pengalaman dalam melaksanakannya. Sebab
apabila tidak memiliki pengalaman maka, pelaksanaan didalam kelas akan berjalan
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam pelaksanaan metode diskusi kelompok
harus selalu ada kegiatan yaitu: (1) kegiatan awal; (2) kegiatan inti. (3)
kegiatan penutup. Kegiatan tersebut harus berjalan secara sistematis dan
terarah agar tujuan dari pembelajaran itu dapat tercapai sesuai dengan
keinginan.
Ketiga,
berdasarkan hasil penelitian ini peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta
didik dalam pembelajaran IPS setelah diterapkannya metode diskusi kelompok
dapat meningkat secara signifikan. Hal tersebut dapat terlihat pada saat
peneliti melakukan observasi pada saat tindakan berlangsung, Setiap indikator-indikator
berpikir ktitis yang telah ditetapkan dalam penelitian ini mengalami
peningkatan pada setiap tindakan penelitian ini. Selain itu, perolehan skor
kegiatan diskusi dan skor LKS pada setiap kelompok pun mengalami peningkatan
pada setiap tindakan yang dilakukan peneliti. berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan peneliti kepada pendidik dan peserta didik pun merasakan hal yang
sama, dimana peserta didik merasakan bahwa mereka dapat memahami materi
pembelajaran dengan baik setelah diterapkan metode diskusi kelompok, selain itu
mereka pun merasa lebih berani dalam mengungkapkan pendapatnya.
Keempat,
peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik setelah diterapkannya
diskusi kelompok tidak berjalan dengan mulus, peneliti seringkali menghadapi
kendala-kendala dalam perlaksanaannya. Kendala-kendala tersebut muncul pada
setiap tindakan berlangsung. Kendala-kendala yang timbul bukan hanya dialami
oleh pendidik, namun dialami oleh peserta didik juga. Kendala utama yang
dihadapi pendidik adalah pembagian waktu selama pelaksanaan
pembelajaranberlangsung kurang diperhatikan, sehingga pelaksanaan pembelajaran
tidak berjalan sesuai dengan seharusnya. Dan kendala yang dialami oleh peserta
didik adalah motivasi belajar peserta didik yang sangat kurang, sehingga dalam
proses pelaksanaan diskusi berlangsung banyak peserta didik yang hanya
mengobrol. Dalam menghadapi permasalahan ini pendidik menerapkan sistem reward
dan hukuman. Sistem itu mampu memotivasi peserta didik untuk belajar dengan
baik.
DAFTAR PUTAKA
Al
Muchtar. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT Imperial Bhakti
Utama.
Arends, R. (2008). Learning To Teach:
Belajar Untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Costa, A. (1985). Developing Minds: A
Resours Bool for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD.
Desmita.(2010). Psikologi Perkembangan
Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya.
Ernasari.(2011). Efektivitas
pembelajaran model inquiry dengan metode diskusi dalam meningkatkan hasil
belajar (studi eksperimen pada pembelajaran akutansi pada siswa kelas XI IPS
SMA Negeri 1 Rancaekek). Tesis Magister pada PIPS UPI Bandung: Tidak
Diterbitkan.
Fisher, A. (2008). Berpikir Kritis:
Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Mulyasa.(2010). Praktik Penelitian
Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Samani, M. (2007). Konsep dan Model
Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sapriya, et al. (2007). Konsep Dasar
IPS. Bandung: Labotarium Pendidikan Kewarganegaraan.
Sofyanti. (2011). Penerapan Metode
Diskusi Kelompok Kecil Untuk Menumbuhkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
dalam Pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 14 Bandung.
Skripsi pada Jurusan Pendidikan Sejarah UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Somantri, N. at all. (2010). Inovasi
Pembelajaran IPS. Bandung: Rizqi Press.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Trianto. (2010). Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif-Progres: Konsep, Landasan, Dan Implementasinya Pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
Yuniati, L. (2007). Efektivitas
penggunaan metode diskusi terhadap peningkatan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran Sejarah (Penelitian Tindakan Kelas di kelas VIII-E SMP Kartika
Siliwangi II Bandung Tahun Ajaran 2006-2007). Skripsi pada Jurusan Pendidikan
Sejarah UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
EmoticonEmoticon