PENDEKATAN
SOSIOLINGUISTIK DAN PENDEKATAN INTEGRAL DALAM BAHASA
PENDAHULUAN
Bahasa
adalah salah satu produk budaya manusia. Sebagai sebuah produk budaya, bahasa
dituntut untuk selalu dinamis sesuai dengan perkembangan kebudayaan yang ada
pada masyarakat penuturnya. Dengan demikian, sebuah bahasa akan tetap adaptif
terhadap kebutuhan komunikasi masyarakat pendukungnya. Selain mengemban fungsi
sebagai alat komunikasi, bahasa juga merupakan sarana ekspresi dalam menuangkan
gagasan-gagasan dan konsep-konsep serta sarana transformasi atas nilai-nilai
kebudayaan itu sendiri.
Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang serbamulti: multibahasa, multiagama dan
multietnis dengan menggunakan satu bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia telah merekatkan semua kalangan dan menerima semua perbedaan
kebahasaan dan kebudayaan daerah sebagai kekayaan kebudayaan nasional. Jaminan
negara terhadap bahasa seperti telah terjabarkan dalam Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 32 Ayat (1) dan (2), yang
mendudukkan posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi
negara. Dengan status demikian, nasionalisasi bahasa Indonesia semakin kukuh
sebagai lambang jatidiri bangsa.
Seiring
perkembangan zaman fenomena bahasa telah banyak dikaji oleh para ilmuan.
Berdasarkan pengkajian tersebut melahirkan berbagai cabang-cabang ilmu bahasa
seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, neurolinguistik, antropolinguistik,
dan lain sebagainya. Penelitian feneomena bahasa turut mewarnai pembentukan
tujuan pengajaran yang terdapat dalam kurikulum bahasa.
Berbicara
mengenai pengajaran bahasa maka tidak lepas dari apa yang disebut linguistik
terapan (applied linguistic). Sosiolinguistik dapat dikatakan sebagai
linguistik terapan. Hal ini dikarenakan kajian sosiolinguistik tidak hanya dari
struktur intern saja melainkan telaah dari struktur ekstern. Salah satu
diantaranya digunakan sebagai landasan pengembangan praktis pengajaran bahasa.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka ulasan ini diberi judul Pendekatan
Sosiolinguistik dan Pendekatan Integral dalam Pengajaran Bahasa.
PEMBAHASAN
A. Pendekatan
Sosiolinguistik Dalam Pembelajaran Bahasa
Sosiolinguistik
menelaah bahasa yang dipengaruhi oleh masyarakat. Pernyataan tersebut sesuai
dengan pendapat Spolsky (2010: 1) yang menyebutkan bahwa sosiolinguistik adalah
bidang yang mempelajari hubungan antara bahasa dan masyarakat sosial, antara
penggunaan bahasa dan struktur sosial di mana pengguna bahasa hidup. Kelebihan
sosiolinguistik terletak pada masalah-maslah yang ditelaah dalam kajian
tersebut.
Tujuh dimensi sosiolinguistik yang dipaparkan Chaer dan Agustina
(2010: 5) telah dirumuskan pada tahun 1964, di University of California, Los
Angeles sebagai masalah yang dibicarakan dalam sosiolinguistik. Berikut uraian
dari ketujuh dimensi tersebut.
1. Identitas
sosial dari penutur.
2. Identitas
sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi.
3. Lingkungan
sosial tempat peristiwa tutur terjadi.
4. Analisis
singkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial.
5. Penilaian
sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran.
6. Tingkatan
variasi dan ragam linguistik, dan
7. Penerapan
praktis dari penelitian sosiolinguistik.
Selain
itu sosiolinguistik mengajarkan bagaimana penggunaan bahasa itu secara aktual
dalam komunikasi khususnya dalam pengajaran. Dengan demikian pengajaran bahasa
memiliki kaitan yang erat dengan sosiolingusitik.Jika dilihat dari sudut objek
kajian pengajaran bahasa erat sekali hubungnnya dengan linguistik, akan tetapi
bila dilihat dari beberapa sudut yang lain keduanya menunjukkan beberapa titik
perbedaan terutama jika ditinjau dari segi tujuan, metode dan sikap.
Pengajaran
bahasa pada suatu negara atau suatu daerah merupakan suatu keputusan politik,
ekonomi dan sosial. Ini yang disebut kebijakan pengajaran bahasa. Apabila
secara politis telah ditentukan, bahasa apa yang harus diajarkan, dan kepada
siapa bahasa itu harus diajarkan, maka langkah selanjutnya adalah bahan apa
yang harus diajarkan dan bagaimana cara mengajarkannya.
Para
ahli bahasa tidak menjamin bahwa penemuan teoritis mereka akan berguna dalam
pengajaran bahasa. Hal ini tercermin dari kontroversi pendapat mereka tentang
peranan teori linguistik dalam pembelajaran bahasa. Ada dua kubu yang saling
bertentangan. Yang pertama kontra dengan pendapat yang mengatakan bahwa teori
mempunyai peranan dalam pengajaran bahasa. Pendapat ini dipelopori Robert
Stokwell dan Sol saporta sedangkan yang kedua pro bahwa teori linguistik
mempunyai peranan penting dalam pengajaran bahasa tokohnya adalah S.Pit Corder
( melalui Wahab, 1998: 112-114)
Beralih
dari kontroversi ini melalui berbagai kajian menunjukkan bahwa sumber yang
paling kuat dan tepat untuk menentukan silabus pembelajaran bahasa adalah
linguistik baik sebagai ilmu murni ataupun terapan. Melalui kajian ini penulis
mendukung bahwa teori linguistik mempunyai peranan penting dalam pengajaran
bahasa. Berawal dari sinilah akan diketahui nilai praktis seperti apa yang akan
diberikan sosiolinguistik. Kita bisa melihat kontribusi sosiolinguistik dalam
pembelajaran bahasa melalui aplikasi linguistik, yakni bagaimana sumbangan
sosiolinguistik dalam menentukan bahan pembelajaran, silabus dan pelaksanaan
pengajaran bahasa. Merujuk pendapat Parera (1989:11-13) bahwa terdapat tiga
tahap aplikasi linguistik berkaitan kontribusi linguistik dalam pengajaran
bahasa sebagai berikut.
Kita
bisa melihat kontribusi sosiolinguistik dalam pembelajaran bahasa melalui
aplikasi linguistik, yakni bagaimana sumbangan sosiolinguistik dalam menentukan
bahan pembelajaran, silabus dan pelaksanaan pengajaran bahasa. Merujuk pendapat
Parera (1989:11-13) bahwa terdapat tiga tahap aplikasi linguistik berkaitan
kontribusi linguistik dalam pengajaran bahasa sebagai berikut.
1. Tahap
deskripsi linguistik.
2. Tahap aplikasi kedua
berhubungan dengan soal isi silabus.
3. Tahap
kegiatan pembelajaran bahasa.
Apabila
seorang pendidik mengunakan bahasa yang kurang baik, hal itu akan dicontoh oleh
anak didiknya. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai bagaimana menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam konteks pembicaraan tertentu
sangat penting dari sudut pandang linguistik.
Fungsi
pendidikan bahasa dapat dibagi manjadi empat subfungsi antara lain :
(1) Fungsi integratif.
(2) Fungsi instrumental.
(3) Fungsi kultural.
(4) Fungsi penalaran.
1. Fokus Kajian Sosiolinguistik
Secara
umum, bahasa dipahami sebagai sistem tanda arbitrer yang dipakai oleh manusia
untuk tujuan komunikasi antara satu sama lain. Dengan demikian, konteks sosial
dalam penggunaan bahasa menjadi sesuatu yang penting untuk dikaji. Menurut
Chomsky, sosiolinguistik menyoroti segala yang dapat diperoleh dari bahasa,
dengan cara apa pendekatan sosial dapat menjelaskan segala yang dikatakan
dengan bahasa, oleh siapa, kepada siapa, pada saat kehadiran siapa, kapan dan
di mana, atas alasan apa, dan dalam keadaan bagaimana.
2. Beberapa Pendekatan Ilmiah dalam Penelitian
Bahasa
Ada beberapa
pendekatan ilmiah yang menjadi pijakan dasar penelitian, termasuk dalam
penelitian bahasa, sebagai berikut:
(1) Metode deduktif.
(2) Penjelasan
probabilitas.
(3) Penjelasan fungsional
(4) Penjelasan genetis.
3. Cakupan Sosiolinguistik
Ada beberapa
cakupan pembahasan dalam sosiolinguistik:
(1) Dialektologi dan
sosiolinguistik.
(2) Retorika dan
sosiolinguistik.
(3) Sosiolinguistik mikro
dan makro.
B. Pokok
Pembahasan Sosiolinguistik
Fishman
(1971) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai kajian mengenai karakteristik
ragam bahasa, fungsi bahasa, dan penutur bahasa. Menurutnya, ketiga faktor itu
dapat berubah, saling berinteraksi, dan memodifikasi satu dengan yang lain
dalam masyarakat bahasa. Ada empat jenis hubungan antara bahasa dan masyarakat
(Grimshaw, 1971), seperti berikut: (1) bahasa menentukan masyarakat; (2)
struktur sosial menetukan bahasa; (3) adanya co-variance antara fakta sosial
dan fakta bahasa; (4) bahasa dan masyarakat ditentukan oleh faktor lain,
seperti budaya, struktur abstrak, atau hakikat biologis.
1. Pendekatan dalam
Sosiolinguistik
Setidaknya ada
tiga pendekatan yang bisa dikemukakan di sini:
(1) pendekatan de Saussure.
(2) pendekatan Labov.
(3) pendekatan variasi
stilistika.
2. Sosiolinguistik Mikro
dan Sosiolinguistik Makro
Sosilinguistik
mikro mengacu pada kajian mengenai gejala bahasa dalam konteks sosial yang
ditandai oleh faktor-faktor makro yang tidak dapat tereduksi lagi. Tiga prinsip
utama yang terdapat dalam hubungan interaksi antar individu dalam kelompok
adalah sebagai berikut: (1) pencapaian interaksi dalam komunikasi; (2) akuisisi
dan modifikasi kecakapan komunikatif; dan (3) sikap bahasa.
Adapun
sosiolinguistik makro mengacu pada kajian mengenai fenomena sosiolinguistik
yang mencakup variabel yang lebih besar, baik dalam jumlah populasi, wilayah penyebaran
bahasa, maupun kontinuitas bahasa dari waktu ke waktu. Ada tiga utama yang
patut diperhatikan dalam sosiolinguistik makro: (1) kontak bahasa; (2) konflik
bahasa; (3) perubahan bahasa dan perubahan sosial.
Pokok
kajian sosiolinguistik dibagi menjadi dua, yaitu: mikrososiolinguistik dan
makrososiolinguistik. Yang pertama mengacu ke kajian bahasa pada komunikasi
antarpersonal (dari orang ke orang). Yang kedua itu merujuk ke kajian bahasa
pada tingkat yang lebih tingi daripada komunikasi antarorang, yakni pada
tingkat komunitas. Mikrososiolinguistik membahas tentang bentuk dan struktur
bahasa di dalam kaitannya dengan komunikasi antarorang. Yang kedua membahas
tentang kedwibahasaan (bilingualisme), komunitas diglostik, sikap bahasa,
perencanaan bahasa, aksen, variasi bahasa, pemilihan bahasa, pemertahan dan
pergeseran bahasa, bahasa dan pendidikan, dll.
C. Pendekatan
Integral
A. Konsep Dasar
Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran
terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan
beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran.
Pembelajaran terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan
perkembangannya yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses
pembelajaran baik fisik maupun emosionalnya. Untuk itu aktivitas yang diberikan
meliputi aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan
yang holistik, bermakna, dan otentik sehingga siswa dapat menerapkan perolehan
belajar untuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam kehidupan
sehari-hari
Selain
itu, Pembelajaran terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu startegi
pembelajaran berdasarkan pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk
menciptakan atau membuat proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi
anak. Pembelajaran terpadu didasarkan pada pendekatan inkuiri, yaitu melibatkan
siswa mulai dari merencanakan, mengeksplorasi, dan brain storming dari siswa.
Dengan pendekatan terpadu siswa didorong untuk berani bekerja secara kelompok
dan belajar dari hasil pengalamannya sendiri.
Pembelajaran
terpadu memiliki kelebihan (Depdikbud, 1996) sebagai berikut :
1. Pengalaman
dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.
2. Kegiatan yang
dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
3. Kegiatan belajar
bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama.
4. Keterampilan
berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.
5. Kegiatan
belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai dengan lingkungan anak.
6. Keterampilan sosial
anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.
B. Hakikat Pembelajaran
Bahasa Indonesia
Pada
hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu
pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis
(Depdikbud, 1995:9).
Kemampuan
menggunakan bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam
pembelajaran bahasa. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan pendekatan dalam
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. Untuk itu, dalam
kurikulum pendidikan dasar, pembelajaran bahasa dianjurkan agar dalam
pelaksanaan pembelajaran bahasa yang mencakup aspek mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, dan sastra Indonesia dapat dipadukan atau dikaitkan dengan
mata pelajaran lain seperti IPA, IPS, dan Matematika.
Belajar
bahasa adalah belajar bagaimana mengungkapkan maksud sesuai dengan konteks
lingkungan orang tua, kerabat, dan kebudayaan. Terdapat interdependensi antara
perkembangan kognitif dan perkembangan kemampuan bahasa, pikiran bergantung
kepada bahasa dan bahasa bergantung pada pikiran. Pandangan ini tidak
meremehkan satu ragam bahasa, dialek, ataupun bahasa karena status sosial
penuturnya. Pemakaiannya berkaitan erat dengan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat. Bahasa hanya merupakan bahasa jika merupakan keseluruhan. Selain
itu, pembelajaran bahasa secara terpadu menaruh penghargaan terhadap bahasa dan
dengan seksama meningkatkan penguasaan bahasa siswa.
Pandangan
Whole Language tentang kurikulum menjelaskan bahwa karena bahasa paling mudah
dipelajari jika disajikan secara utuh dan dalam konteks yang alamiah, maka
keterpaduan merupakan prinsip kunci untuk perkembangan bahasa dan belajar
melalui bahasa.
Dalam
praktiknya perkembangan bahasa dan bidang studi merupakan dua pihak yang
terpisah. Dalam hal ini Goodman dalam Akhadiah melihat bahwa guru harus
melakukan tugas ganda. Mereka harus mengoptimalkan kesempatan siswa untuk
menggunakan bentuk bahasa yang wajar pada waktu belajar IPA, IPS, Matematika,
dan Sastra. Guru sekaligus menilai perkembangan bahasa dan perkembangan
kognitrif. Kegiatan berbicara, mendengarkan, menulis, membaca, dan berbicara
dalam konteks penjelajahan benda, peristiwa, gagasan, dan pengalaman.
Untuk
menerapkan pembelajaran terpadu, guru-guru yang berpandangan whole language
kerap kali menciptakan unit tematik yang mungkin dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan anak dan masyarakat. Keterpaduan bahasa adalah suatu pendekatan
belajar dan cara berpikir yang menghargai keterhubungan dari proses bahasa itu
seperti membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan sebagai keterpaduan
pembelajaran yang berarti dalam segala bidang studi.
Keterpaduan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keterpaduan sebagai keterpaduan intra bidang
studi dan keterpaduan antar bidang studi.
Pendekatan
terpadu dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah model pembelajaran kegiatan
berbahasa berdasarkan fungsi utama bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Para siswa dituntut untuk terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, membaca,
berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut harus dilakukan
secara terpadu dalam satu proses pembelajaran dengan fokus satu keterampilan.
Misalnya, para siswa sedang belajar keterampilan berbicara maka ketiga
keterampilan yang lainnya harus dilatihkan juga, tetapi kegiatan tersebut tetap
difokuskan untuk mencapai peningkatan kualitas berbicara.
Weaver (1990)
menyatakan prinsip dan praktik whole language beberapa diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Whole language adalah
suatu pandangan yang berakar pada kenvergensi antara berbagai disiplin yang
mencakup psikologi kognitif dan teori belajar, psikolinguistik dan sosiolinguistik,
antropologi dan filsafat, serta pendidikan. Whole language merupakan pandangan
tentang anak dan cara mereka belajar
2. Pandangan whole
language didasarkan atas observasi bahwa anak-anak berkembang dan belajar
dengan lebih mudah bila mereka aktif mengikuti proses-proses belajar
sendiri. Mereka akan lebih mudah menguasai berbagai konsep dan strategi serta
konsep yang kompleks dalam menulis dan membaca, misalnya, bila mereka terlibat
secara nyata dalam kegiatan membaca dan menulis teks yang sebenarnya betapapun
singkatnya
3. Untuk memacu membaca
dan menulis permulaan emergent reading and writing, whole language mencoba
mencontoh strategi para orang tua yang dengan berhasil mendorong pemerolehan
bahasa dan kemampuan baca tulis secara alamiah
4. Berdasarkan pengetahuan
bahwa kemampuan baca tulis paling baik dikembangkan melalui penggunaan secara
fungsional, maka pengalaman membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan
diarahkan pada kegiatan bahasa nyata
5. Belajar dipacu melalui
interaksi sosial.
EmoticonEmoticon