KONTEKS DAN PRAGMATIK
Tulisan
yang bertajuk Konteks dan Paragmatik ini hanya sebuah upaya kecil yang mencoba
menjawab beberapa pertanyaan, berkaitan dengan Konteks dan Paragmatik:
(1)
apa itu pragmatic?
(2)
apa itu konteks? dan
(3)
mengapa konteks itu menjadi penting bagi pragmatik?
(4)
bagaimanakah ciri-ciri konteks itu?
Mudah-mudahan
uraian dalam tulisan yang sederhana ini dapat memberikan jawaban atas semua
pertanyaan itu.
Konteks dan pragmatik ibarat ikan dengan air. Ikan tidak
dapat hidup tanpa air, sebaliknya fungsi air tidak terlalu sempurna jika tidak
ada ikan-ikan berenang dan hidup di dalamnnya. Itu berarti jika kita
membicarakan pragmatik mau tak mau kita juga harus membicarakan konteks atau
sebaliknya.
Untuk mengenal konteks ada baiknya terlebih kita
segarkan kembali ingatan kita dengan mengetengahkan sebuah batasan pragmatik.
Hal ini dianggap perlu karena memang pragmatik itu tak dapat dipisahklan dengan
konteks. Perhatikan defenisi pragmatik berikut:
1) Pragmatics is the study
of the relations between language and context that are basic to an account of
language understanding (Levinson, 1983:21).
‘Pragmatik
adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks sebagai dasar
pertimbangan untuk memahami bahasa.’
Dari batasan di atas jelas sekali bahwa pragmatik
itu memang harus mengkaji bahasa dan konteks secara bersamaan (tidak dapat
dipisahkan) untuk memahami makna secara utuh. Kalau ada yang bertanya misalnya,
bagaimana jika dalam kajian pragmatik itu, konteks kita abaikan saja? Jawabnya
tentu tidak boleh, karena kalau itu dilakukan, berarti kajian tersebut sudah
tidak dapat lagi disebut kajian pragmatik, melainkan kajian bahasa secara
struktural, bukan secara pragmatis.
Kiranya batasan itu cukup untuk mengantar kita
kepada pembahasan lebih lanjut mengenai konteks. Agar jelas apa yang
dimaksudkan dengan konteks, berikut dikemukakan beberapa pendapat yang dikutip
dari beberapa sumber yang berbeda.
Konteks dalam (sebuah wacana) pragmatik pada
dasarnya merupakan ciri ekstralingual yang tidak boleh dianggap remeh, karena
ia dapat melengkapi makna sebuah wacana tutur, maupun tulis. Perhatikan wacana
dialog berikut:
Profesor : berapa semalam mBa’?
MBa’ : Rp350,000,00 Pak, tapi dijamin Bapak pasti puas.
Dialog di atas konteks fisiknya tidak jelas di mana,
karena itu dialog tersebut tidak dapat memberikan informasi yang cukup bagi
pembaca, tapi yang pasti keduanya telah paham maksud pertanyaan dan jawaban
yang ada. Kesalingpahaman di antara mereka, disebabkan mereka berdua berada
dalam konsks fisik yang sama. Karena itu baik pertanyaan maupun jawaban tidak
perlu berpanjang-panjang karena mereka sudah saling paham, meskipun hanya
dengan pertanyaan dan jawaban yang secara lingual dianggap tidak memadai.
Konteks fisiknya, sang Profesor akan mengikuti seminar
.… berada di depan resepsionis sebuah hotel dan MBa’ itu adalah sang
resepsionis. Jadi, dapat dipastikan, bahwa sesuatu yang ditanyakan itu adalah
kamar, dan sesuatu yang berharga Rp350.000,00 itu adalah harga kamar, tetapi
seandainya yang bertanya itu seorang anak muda, dan pertanyaan itu ditanyakan
di tempat prostitusi misalnya, maka dapat dipastikan makna dari dialog di atas
akan menjadi lain.
Itulah salah satu penyebabnya maka konteks menjadi
begitu penting untuk dilibatkan dalam sebuah tuturan, Monica Crabtree dan Joice
Powers (ed., 1991:223) pada salah satu tulisan yang berjudul: Prgagmatics: Meaning and Context dalam The Language Files
menegaskan, to fully understand the
meaning of a sentence, we must also understand the context in which it was
uttered.
“untuk
memahami sepenuhnya arti dari sebuah kalimat, kita juga harus memahami konteks
di mana (kalimat) itu diucapkan.
Pernyataan
yang hampir sama dengan itu disampakan oleh Johns (1997) dalam Safnil (2000)
Dia menjelaskan, bahwa: Context refers
not only to the linguistic environment where a text exists, such as a textbook,
novel or a journal, but also to nonlinguistic or non-textual elements that contribute to the
situations in which the production and comprehension of the text are accomplished.
‘Konteks
tidak hanya mengacu kepada lingkungan linguistik di mana sebuah teks berada,
misalnya buku pelajaran, novel atau jurnal, tetapi juga untuk nonlinguistik
atau elemen-elemen nontekstual yang berkontribusi pada situasi di mana produksi
dan pemahaman teks seseorang dilakukan’.
2)
Huang, (2007:13) dalam bukunya yang berjudul, Pragmatics, dengan nada yang agak ragu-ragu mengatakan, Context is one of those notions which is
used very widely in the linguistics literature, but to which is difficult to
give a precise definition.
“Konteks adalah
salah satu istilah yang digunakan secara luas dalam literatur linguistik,
tetapi sulit untuk memberikan definisi yang tepat.
3)
Selain itu, Jacob L. Mey (1993:38) dalam bukunya yang berjudul, Pragmatics an Introduction
mendefinisikan konteks: the surroundings,
in the widest sense that enable the participants in the communication process
to interact, and that make the linguistic expressions of their interaction
intelligible.
‘(konteks)
adalah situasi lingkungan, dalam arti luas yang memungkinkan para peserta
(partisipan) untuk berinteraksi dalam proses komunikasi, dan membuat ekspresi
linguistik mereka dalam berinteraksi dapat dipahami.’
4)
Meinhof dan Richardson (1994) mendefinisikan konteks sebagai berikut: Context can mean anything from a global
social structure to immediate social situation or to the immediate textual
environment of a text.
‘Konteks
bisa berarti apa saja yang ada dari struktur sosial secara keseluruhan, baik
yang langsung (berhubungan dengan) situasi social, maupun yang langsung
(berhubungan dengan) lingkungan tekstual teks.’
5)
Levinson (1983) menegaskan dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, bahwa context (in this book) includes only some of
the basic parameters of the context of utterance, including participants,
identity, role and location, assumptions about what participants know or take
for granted, the place of an utterance within a sequence of turns at talking,
and so on.
‘konteks
hanya mencakup beberapa parameter dasar dari konteks ucapan, termasuk peserta,
identitas, peran dan lokasi, asumsi tentang apa yang peserta ketahui atau
mengambil untuk diberikan, tempat suatu ucapan dalam urutan berbicara bergantian
, dan seterusnya’.
Dari
batasan-batasan di atas semakin jelas, betapa pentingnya konteks dalam dalam
kajian pragmatik.
EmoticonEmoticon