Monday, June 25, 2018

Jenis-Jenis Konteks Dalam Pragmatik


JENIS-JENIS KONTEKS DALAM PRAGMATIK

Untuk memahami lebih jauh mengenai konteks, berikut Huang (2007) menegaskan dengan mengutip pendapat Ariel (1990), menurutnya ada tiga tipe konteks dalam pragmatik, yaitu:

1) konteks fisik (the physical context) yang mengacu pada pengaturan fisik ucapan. Sebagai contoh interpretasi dari (a) tergantung pada pengetahuan (penutur) dipandang dari konteks fisik ucapan, yaitu, lokasi spatio-temporal ucapan.
(a) He not the chief executive; he is. He’s the managing director.

2) konteks linguistik (the linguistic context) yang mengacu pada ucapan-ucapan sekitarnya dalam wacana yang sama. Apa yang telah disebutkan dalam wacana sebelumnya, misalnya, memainkan peran penting dalam memahami konstruksi elips (penghilangan) yang digunakan oleh Maria dalam wacana (b).
(b) John : Who gave the waiter a large tip?
    Mary : Helen.

3) Konteks pengetahuan umum (the general knowledge context). Informasi yang diturunkan dari jenis konteks ini menjelaskan mengapa (c) adalah pragmatis well-formed tetapi (d) pengecualian. Hal ini karena, mengingat rel-dunia pengetahuan kita, sedangkan kita tahu bahwa ada Kota Terlarang yang mengagumkan di Beijing, dan tidak ada atraksi turis di Paris.
(c) I went to Beijing last month. The Forbidden City was magnificent.
(d) I went to Paris last month. The Forbidden City was magnificent.

Selain Huang (2007) membagi konteks dalam tiga kelompok sebagaimana tanpak dalam uraian di atas, maka Monica Crabtree dan Joice Powers (1991) dalam The Language Files, Material for an Introduction to Language, Departement of Linguistics, the Ohio State University memngelompokkan konteks dalam empat sub-bagian:

1) The physical context, (that is), where the conversation takes place, what objects are present, and what actions are taking place.
konteks fisik yaitu di mana terjadi percakapan, apa objek yang sedang dibicarakan, (siapa yang) hadir, dan apa tindak tutur (yang diambil sesuai dengan) tempat;

2) Epistemic context, background knowledge shared by the speakers and hearers. ‘konteks epistemis, (mengacu ke) latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh pembicara dan pendengar;

3) Linguistic context, utterances previous to the utterances under consideration. ‘konteks linguistik, ucapan-ucapan sebelumnya ke dalam pertimbangan;

4) Social context, the social relationship and setting of the speakers and hearers. ’konteks sosial, (mengacu ke) hubungan sosial dan latar dari si pembicara kaitannya dengan para pendengar.’

Tipe-tipe konteks kelompok pertama hanya terdiri dari tiga tipe:
(a) konteks fisik (the physical context);
(b) konteks linguistik (the linguistic context) dan
(c) Konteks pengetahuan umum (the general knowledge context).

Kelompok kedua mengklasifikasikan konteks atas empat tipe yaitu:
(a) konteks fisik (the physical context);
(b) epistemic context;
(c) linguistic context, dan
(e) social context.

Seandainya saya diperkenankan untuk memilih, tentu saya akan memilih penjenisan tipe konteks yang kedua. Pilihan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penjenisan tipe kedua lebih lengkap jika dibandingkan dengan penjenisan tipe pertama karena tipe kelompok kedua melibatkan juga konteks sosial.

Untuk memahami tipe-tipe konteks tersebut ada baiknya kita perhatikan kutipan ilustrasi berikut.
“… dua orang, berbicara keras, berjalan menuju ke salah satu bagian perpustakaan (konteks fisik). Mereka duduk, dan masih berbicara keras, tapi tak seorang pun mengatakan apa-apa kepada mereka berdua. Setelah sekitar lima menit, seseorang di seberang meja mereka dengan sinis mengatakan: "Bicaralah sedikit lebih keras! Aku rindu pada suara keras Anda...."

Para pendengar akan menafsirkan ucapan ini sebagai permohonan bagi mereka berdua agar mereka tenang, meskipun fakta secara lingual (harfiah) pembicara meminta mereka untuk berbicara lebih keras.

Fakta kontekstual tertentu membantu kita, ketika tidak ada sinyal yang menyatakan, bahwa ini adalah permintaan untuk diam: ucapan menyela pembicaraan mereka dan memecah keheningan antara mereka dan orang lain (ini termasuk konteks linguistik). Demikian pula dengan permintaan yang dibuat dalam nada sarkastis itu (termasuk konteks linguistik); perpustakaan biasanya di mana pun di dunia ini dikenal sebagai tempat yang tenang (termasuk konteks epistemis), dan mereka berada di perpustakaan (termasuk konteks fisik).

Pertanyaan yang muncul, mengapa permintaan dengan nada sarkastis itu harus ditafsirkan dengan makna larangan agar jangan berbicara keras? Bukankah kalimat tadi berupa permintaan agar mereka berdua berbicara lebih keras?

Jawabannya tentu berada pada tataran konteks sosial, yang secara konvensional mengenal “ruh” dari kalimat permintaan tadi, karena mereka semua berada dalam konteks sosial yang sama, dan mengenal pernyataan yang sarkastis itu dengan baik dalam sistem sosial mereka.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon