IMPLEMENTASI
SIG DALAM MENUNJANG PERTANIAN BERKELANJUTAN
Pertanian berkelanjutan
bukanlah pilihan tapi merupakan keharusan yang perlu dilakukan jika kita ingin
terus dapat melakukan pembangunan. Kita telah menyaksikan pertambahan penduduk
dunia yang terus meningkat begitu besarnya seperti yang terjadi di Indonesia
dan menyebabkan penurunan kualitas sumber daya alam serta kerusakan lingkungan
yang sangat cepat.
Konsep sistem pertanian
yang berkelanjutan muncul setelah terbukti pertanian sebagai suatu sistem
produksi ternyata juga merupakan sebagai penghasil polusi. Pertanian bukan
hanya penyebab degradasi lahan tetapi juga penyebab degradasi lingkungan diluar
daerah pertanian. Meluasnya lahan-lahan kritis dan pendangkalan perairan di
daerah hilir merupakan bukti nyata bahwa pertanian yang tidak dikelola dan
direncanakan secara berkelanjutan telah menurunkan kualitas sumber daya alam.
Implementasi Sistem Informasi geografi (SIG) sebagai salah satu teknologi yang
mampu merancang suatu perencanaan pengelolan lingkungan dengan cepat diharapkan
mampu menaggulangi kendala tersebut.
Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam mengembangkan pertanian berkelanjutan diantaranya
adalah (1) perlu upaya mengurangi ketergantungan pada sumber energi yang tidak
terbaharui dan sumber daya kimia, (2) perlu mengurangi kontaminasi bahan
pencemar akibat efek samping dari kegiatan pertanian pada udara, air dan lahan,
(3) mempertahankan habitat untuk kehidupan fauna yang memadai, dan (4) dapat
mempertahankan sumber daya genetik untuk tanaman dan hewan yang diperlukan
dalam pertanian. Selain itu pertanian harus mampu mempertahankan produksinya
sepanjang waktu dalam menghadapai tekanan sosial ekonomi tanpa merusak
lingkungan yang berarti (Sinclair, 1987 dalam Suwardji, 2004)
Sutanto (2001)
mengatakan bahwa hasil panen secara fisik merupakan ukuran keberhasilan
kelestarian produksi pertanian. Dengan alasan pertumbuhan dan hasil tanaman
sangat tergantung dari banyak faktor termasuk tanah, iklim, hama dan penyakit.
Tetapi pengukuran kelestarian semacam ini memerlukan ketersediaan data yang
baik dalam kurun waktu yang lama, sehingga kecenderungan hasil yang terukur
dalam jangka panjang harus dipisahkan dari data akibat variasi iklim dan
pengolahan yang kurang baik. Dengan demikian, akan lebih baik apabila kita
mempunyai indikator tanah dan peramalan yang dapat digunakan lebih awal dalam
memberikan peringatan kemungkinan terjadinya penurunan hasil, karena banyak
faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah yang terjadi secara sangat lambat.
SIG dengan kemampunnya
sebagai penyimpan data yang baik serta mampu memanejemen data walaupun jumlah
data itu begitu besar, akan sangup menerima tantangan tersebut. Selain dapat
memajemen data dari berbagai bentuk, pengintergrasian antara data spasial dan data
atribut dalam suatu analisis akan dapat memberikan gambaran nyata tentang
kondisi suatu daerah (spasialnya) serta informasi (data atribut) dari daerah
tersebut dalam waktu bersamaan.
Pemisahan data dari
keadan normal dengan akibat variasi iklim atau akibat pengolahan yang kurang
baik dapat dilakukan dengan cepat dan mudah dengan bantuan fungsi klasifikasi
dan generalisasi dalam SIG. Proses peramalan dapat juga dilakukan dengan
memanfaatkan data-data yang telah ada. Pendugan dengan beberapa asumsi tersebut
akan langsung memperlihatkan hasil dalam bentuk suatu peta sehingga dapat
menghasilkan kemungkinan-kemungkinan terbaik dalam pengambilan keputusan suatu
perncanaan serta dengan didukung oleh alternatif-alternatif lain. Penggunaan
data dari citra satelit akan sangat mempengaruhi kecepatan perencanaan dimana
dari data ini kita akan secara cepat mengetahui perubahan-perubahan yang
terjadi pada suatu lahan.
Ada banyak faktor yang
mengaruhi implementasi SIG dalam suatu perkerjaan sehingga sebelum kita
mengimplemantasikan SIG untuk menunjang pertanian berkelanjutan, sebaiknya kita
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Dukungan manajemen
Proyek GIS biasanya
dilakukan oleh sebuah instansi atau organisasi. Dukungan dari pimpinan
organisasi akan mempengaruhi kalancaran implemntasi SIG dimana tanpa dukungan
penuh dari pimpinan akan menyebabkan kecendrungan kegagalan dari implementasi
SIG.
2. Keadaan data
Pada awalnya bagian
pekerjaan terbesar dari SIG adalah mengkonversi data dari analog ke data
digital. Pekerjaan ini membutuhkan biya yang tidak sedikit sehingga
pertimbangan tentang data-data apa saja yang perlu dikonversikan merupakan hal
sangat penting.
3. Tenaga kerja (user)
Masalah yang sering
dihadapi dalam pengimplementasian SIG adalah kurangnya tenaga kerja yang
menjalankan SIG tersebut. Kurangnya tenaga kerja tersebut disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dari tenaga kerja tentang SIG. Oleh karena itu
pendidikan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan dalam hal ini.
4. Biaya
Biaya merupakan faktor
penentu dalam pengimplentasian SIG. implementasi SIG membutukan biaya yang
sangat besar, khususnya pada pada awal pembentukkannya seperti biaya yang
dibutuhkan untuk menyediakan perangkat keras dan perangkat lunak, biaya
pengkonversian data dan lain sebagainya.