TUGAS AKHIR MATA KULIAH KRITIK SASTRA
“Pengertian Kritik Sastra, Kritik Objektif, dan Analisis Unsur Inrtinsik
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka”
Oleh
NAMA :
PAHRUDIN ARROZI
NIM :
E1C 112 100
KELAS : V/A
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014
Pengertian Kritik Sastra, Kritik Objektif, dan Analisis Unsur Inrtinsik
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka
1. Pengertian Kritik Sastra
Kritik sastra merupakan salah satu objek studi sastra
(cabang ilmu sastra) yang sifatnya melakukan analisis, penafsiran, dan
penilaian terhadap teks sastra sebagai karya seni. Kritik
Sastra adalah analisa terhadap suatu karya sastra untuk mengamati atau menilai
baik buruknya suatu karya secara objektif. Abrams (Pradotokusumo, 2005: 57) mendeskripsikan bahwa
kritik sastra merupakan cabang ilmu sastra yang fokus implementasinya berurusan
dengan perihal perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian terhadap karya
sastra.
2. Pengertian Kritik Objektif
Kritik objektif
adalah suatu kritik sastra yang menggunakan pendekatan atau pandangan bahwa
suatu karya sastra adalah karya yang mandiri. Ia tidak perlu dilihat dari segi
pengarang, pembaca, atau dunia sekitarnnya. Ia harus dilihat sebagai objek yang
berdiri sendiri, yang memiliki dunia sendiri. Oleh sebab itu, kritik yang
dilakukan atas suatu karya sastra merupakan suatu kajian intrinsic semata.
Kritik objektif adalah
kritik yang berorientasi atau memfokuskan perhatian kepada karya sastra itu
sendiri. Kritik ini memandang karya sastra sebagai suatu objek yang mencukupi
dirinya sendiri sebuah dunia yang mandiri(otonom), maka dalam mengkritik karya
sastra kritikus akan mendasarkan analisis, interpertasi, dan penilainya
berdasarkan karya sastra itu sendiri, tanpa menghubungkan dengan realitas,
pembaca, maupun pengarangnya.
3.
Analisis Unsur Novel Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck Karya Hamka
1) Tema
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ini bertema tentang kasih tak sampai. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat. Adapula penggalan ceritanya:
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ini bertema tentang kasih tak sampai. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh akan peraturan adat. Adapula penggalan ceritanya:
“…….apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah sebagai
kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia hendak
berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau kelihatan.
Demikianlah nasib anakmuda yang maksudnya tiada sampai (1986:123).
2) Alur/plot
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni :
Dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni :
·
PenyituasianTahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan
pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.
Tahap ini merupakan
tahap pembukaan cerita, memberikan informasi awal dan lain-lain. Berikut ini
merupakan tahap awal dari roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
yang berkaitan dengan tahap penyituasaian.
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal (1986:10).
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khayal (1986:10).
·
Konflik
Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini:
Tahap pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Kejadian dan konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur diantara
kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu. Di dusen
belumlah orang dapat memendang kejadian ini dengan penyelidikan yang seksama
dan adil. Orang belum kenal percintaan suci yang terdengar sekarang, yang
pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati, kemenakan Dt……..telah ber
“intaian” bermain mata, berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu.
Gunjing, bisik dan desus perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan
pindah dari satu mulut ke mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak
muda-muda yang duduk di pelatar lepau petang hari. Hingga akhirnya telah
menjadi rahasia umum. Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat
mandi, kelak bila kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan
mendaham, sambil melihat kepadanya dengan sudut mata.Anak-anak muda yang masih
belum kawin dalam kampung sangat naik darah.Bagi mereka adalah perbuatan
demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak berpenjaga.yang
terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati, terutama mamaknya
sendiri Dt…yang dikatakan buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu,
melangkahi kepala ninik –mamak. (1986:57).
·
Tahap Peningkatan Konflik
Konflik yang telah
dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar
intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama mengirimkan surat
kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu, ternyata lamaran Aziz
yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar belakang pemuda yang
kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainudin ditolak karena orang tua Hayati tidak
ingin anaknya bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa terlihat dari penggalan
cerita berikut ini:
”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang maka ada
tersedia uang Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk menghadapi gelombang
kehidupan sebagai seorang mahluk yang tawakkal.” (1986:118)
·
Klimaks
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati, Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
“Bila terjadi akan itu, terus dia berkata: “Tidak Hayati
! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan begini.
Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang tak
tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal
berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh
menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”. (1986:198)
·
Penyelesaian
Tahap penyelasaian dalam Roman Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.
Tahap penyelasaian dalam Roman Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam, sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.
3) Sudut Pandang
Sudut pandang Pada
roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan sudut pandang
orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan menceritakan secara langsung
karakter pelakunya secara gamblang. Penggalan cerita pada roman Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck karya Hamka sebagai berikut :
“Mula-mula datang, sangatlah gembira hati Zainuddin telah
sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya.”(1986 :26)
4) Tokoh dan Penokohan
Tokoh karakter
utama yang ada dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah
tokoh Zainuddin, yang memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang.
Sedangkan yang lainnya yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang
menjadi kekasih Zainuddin.
Penggalan cerita
yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. (1986 : 27)
Karakter pendukung (minor karakter, antagonis) sosok tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan.
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”. (1986 : 27)
Karakter pendukung (minor karakter, antagonis) sosok tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang kasar dan sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan.
“…..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga
Aziz menikamkan kata-kata yang tajam ke sudut hati Hayati…..sial”. (181:1986)
Sedangkan yang
menjadi karakter pelengkap adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah
sosok yang bijak dan selalu berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat
dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir cerita.